Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

Setelah 116 Tahun, Fosil Reptil Diketahui Palsu


Setelah diperlihatkan kepada pengunjung selama 116 tahun, fosil reptil laut di sebuah Museum Inggris akhirnya diketahui sebagai pemalsuan yang disengaja.

Darwin Day, atau Hari Darwin, diperingati layaknya hari besar suci di Eropa dan Amerika Serikat.


“Perayaan Hari Darwin, Pengakuan Dunia Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan” , demikian papar situs www.darwinday.org. Situs itu menampilkan pula berbagai acara yang bakal diselenggarakan di berbagai negara pada atau seputar tanggal 12 Februari 2008 nanti dalam rangka merayakan hari lahir bapak evolusi dunia, Charles Darwin.

Namun, bagi kalangan intelektual yang memahami kekurangan dan kelemahan ilmiah teori evolusi, perayaan ini dijadikan ajang penyebarluasan informasi tentang kekeliruan ilmiah teori evolusi di hadapan ilmu pengetahuan modern. Tidak hanya itu saja, teori evolusi sampai sekarang memang masih dipenuhi silang pendapat di kalangan evolusionis sendiri, termasuk pemalsuan beragam fosil oleh evolusionis sendiri.

Pemalsuan selama 116 tahun

Dinosaur exposed as fake (Dinosaurus diungkap palsu), demikian judul situs berita tersohor Inggris, BBC, 8 Desember 2000. Laporan itu memberitakan fosil reptil laut yang dipajang di Museum Nasional Wales di kota Cardiff, Inggris. Setelah diperlihatkan kepada pengunjung selama 116 tahun, akhirnya diketahui fosil itu adalah pemalsuan yang disengaja.

Makhluk yang telah menjadi fosil itu sebelumnya diyakini sebagai spesimen sempurna reptil laut bernama Icthyosaurus. Namun, ketika pegawai museum hendak meremajakan kerangkanya, fosil yang telah dipajang seabad lebih itu diketahui palsu.

Fosil campur aduk

Fosil itu bukanlah berasal dari satu binatang utuh, melainkan gabungan dari dua hewan laut yang berbeda. Selain itu, pada bukti evolusi palsu itu terdapat tulang palsu yang terbuat dari plester.

Ditemukan bahwa bagian tengkorak fosilnya disambungkan pada kerangka selebihnya dengan merekatkan di dalam beragam jenis bebatuan, kata para ahli yang menelitinya. Makhluk ini adalah pemberian seorang pengumpul fosil bernama Samuel Allen pada tahun1884.

Kepergok secara tidak disengaja

Penipuan tersebut terbongkar setelah pihak museum memutuskan bahwa plester yang retak perlu diganti. Di saat itulah ditemukan bahwa ternyata tengkorak kepalanya adalah milik hewan Icthyosaurus communis yang terekat pada batu berwarna abu-abu. Akan tetapi, bagian tubuhnya terekat pada batu berwarna coklat muda, dan diketahui milik binatang berbeda, namun mirip, Leptonectes tenuirostris.

Tulang belulang selebihnya dibuat dari plester dan ditempelkan pada batu tersebut agar tampak asli. Selain itu, salah satu siripnya juga palsu.

Menanggapi temuan ini, pejabat pelestarian di museum itu, Dr. Caroline Buttler, berujar, "Kami telah yakin selama ini bahwa itu adalah spesimen sempurna dari seekor Icthyosaurus." Icthyosaurus adalah reptil laut raksasa purba yang menyerupai ikan dan lumba-lumba.

Pemalsuan Zaman Viktoria

Meskipun fosil tersebut masih akan dipajang di museum, namun statusnya kini telah berubah. Fosil ini dijadikan contoh bagaimana orang-orang yang hidup di zaman Viktoria (sekitar tahun 1840 – 1900) memalsukan pajangan.

Seputar pemalsuan ini, Dr. Caroline Buttler, mengisahkan lebih lanjut:

"Tapi ketika plester itu mulai retak dan rontok dan kami menguliti lima lapisan cat, kami temukan [spesimen] itu adalah pemalsuan sengaja. Ini gabungan dua jenis berbeda dari Icthyosaurus ditambah upaya cerdas menambah bagian-bagian palsu."

"Sangatlah mengejutkan untuk menemukan bahwa makhluk itu tidaklah sebagaimana yang tampak selama bertahun-tahun tapi karya amburadul," kata Dr Buttler. Ia menambahkan, "Tapi Anda harus menyalahkan orang-orang zaman Viktoria yang telah melakukan pemalsuan seperti itu dan telah membodohi kita selama bertahun-tahun ini."

Demikianlah, bahkan pakar fosil sekalipun sulit untuk membedakan barang palsu dan asli. Diperlukan 116 tahun untuk membongkar pemalsuan ini, itupun diawali oleh ketidaksengajaan, dan bukan pemeriksaan sengaja untuk mengetahui tingkat keaslian fosil itu.

Lalu, bagaimana dengan nilai ilmiah teori evolusi yang juga didasarkan oleh rekonstruksi fosil-fosil?. [cr/www.hidayatullah.com]