Pesantren Hidayatullah Bontang diawali oleh penugasan kader potensial yang ditugaskan oleh KH Abdullah Said (Allahu yarham) dari Hidayatullah Pusat Gunung Tembak dengan tugas mengemban amanah dakwah menyebar rahmatan lilalamin melalui dakwah dan terbiyah di kawasan Bontang dan sekitarnya.
Kader pertama yang mendapat tugas mulia ini adalah Abdurrahman Muhammad bersama Ustadz Abdul Latief Usman yang masuk melalui Berbas pada tanggal 21 Januari 1982 melalui transportasi laut. Satu bulan melakoni tugas dakwah, beliau dipanggil ke Gunung Tembak tepatnya tanggal 28 Februari 1982 untuk memboyong istrinya ke tempat tugas.
Selanjutnya pada tanggal 24 Oktober 1982 support tenaga dalam rangka penguatan gerakan dakwah dikirim kembali dari Hidayatullah Gunung Tembak yaitu, saudara Jazman, Jamaluddin Sinjai, Burhanuddin Noor (Pinrang). Dengah hadirnya tenaga baru ini, program dakwah semakin terasa manfaatnya di tengah masyarakat.
Bersamaan itu pula tempat lain yang juga masih dalam wilayah Bontang, yakni di Loktuan, Muhamamd Natsir memimpin sebuah madrasah yaitu Madrasah Nurul Muttaqin. Nama madrasah diambil dari nama Masjid Nurul Muttaqin yang hingga hari ini berdiri mega di tengah kota Loktuan
Anak yang sejak kecil telah berkecimpung di dunia pesantren ini, datang menghadap KH. Abdullah Said di Balikpapan pada 31 Mei 1982. Dia melaporkan kondisi madrasahnya yang sangat diminati masyarakat sehingga perlu tenaga tambahan. Permohonan ini direspons positif oleh KH. Abdullah Said, dengan menugaskan Abdul Majid Aziz dan Ismail Kalosi untuk bersama-sama menangani sekolah tersebut.
Disamping madrasah yang didirikan Muhammad Natsir yang telah ditempati Abdul Madjid Aziz dan Ismail Kalosi, kemudian menyusul Abdurrahim Ambo Tang Mattola dan istri, Zaenab 29 Januari 1983, 7 bulan setelah nikah, Abdul Madjid Aziz dan Muhammad Amin Abdul Fattah, seorang pebisnis yang telah menggabung bermusyawarah untuk mendirikan pesantren. Sebuah mesjid di Lhok Tuan ingin dijadikan titik tolak agar melibatkan masyarakat, tapi pengurus mesjid yang ada di Km 1 itu tidak setuju kalau mesjidnya mau dijadikan pesantren.
Amin Fattah yang punya teman namanya Muhammad Noor kebetulan ada uangnya Pak Amin yang belum dikembalikan sebanyak Rp 800.000,- Tanahnya yang ada di Km 8 seluas 1,5 Ha diminta Amin Fattah untuk diserahkan kepadanya dan uang Pak Amin yang ada padanya tidak usah jadi pikiran lagi.
Karena menurut rencana tanah itu ingin dijadikan pesantren, Muhammad Noor sangat senang dengan pengaturan itu. Karena utangnya sudah lunas dan merasa turut berjasa menyerahkan tanahnya untuk pesantren.
Walaupun menurut Amin Fattah sebenarnya uang yang ada pada M. Noor itu cukup banyak di tahun 80-an. Kalau dibelikan tanah di tempat lain bisa mendapatkan 3 Ha. Tapi hitungan-hitungannya tidak demikian, Muhammad Noor sebagai teman dan dia juga akan menjadi warga sehingga dianggap tepat saja dengan perhitungan demikian.
Di atas tanah itulah dimulai kegiatan pesantren. Sebagai tukang ahli Pak Madjid Aziz dengan segera berfikir bangunan. Mesjid segera dibangun kemudian gedung sekolah untuk Diniyah.
Peresmian cabang Lhok Tuan ini dilakukan oleh Pimpinan, Ustadz Abdullah Said pada Hari Minggu 1 Januari 1984. Dihadiri oleh Bapak Brigjen Aziz Taba. Komisaris Pupuk Kaltim.
Sebagai santri awal di Km 8 itu adalah Munawarah (istri Syafaruddin, pimpinan cabang Sangatta dan Mardianah (istri Ir. Sulaiman- arsitek Hidayatullah yang sudah almarhum), dll.
Dari Km 8 berkembang ke Gunung Sari, sebuah tempat yang dapat dijadikan sekretariat yang diwakafkan Pak Rauf, 10m x 7m. Sebagian dibeli. Abdul Madjid Aziz sekeluarga akhirnya pindah ke tempat itu.
Amin Fattah setelah menempati rumah di Gunung Sari Luar itu menukar dengan tempat yang ada di Gunung Sari Dalam (kampus yang ada sekarang) dengan tanah milik H. Pua Edi seluas 1,5 Ha ditambah uang sebanyak Rp 74.000.000,- karena dianggap kurang strategis. Selain itu 0,5 Ha milik orang lain.
Setelah persiapan kampus baru ini sudah dapat dimasuki walaupun masih hutan belukar, Usman Palese berusaha memperluas kampus dengan membebaskan tanah seluas 3 Ha kemudian membangun sebuah mushalla mungil bersegi enam, filosofinya karena rukun Islam ada 6, asrama santri dan rumah untuk guru.
Sebelum bertugas di Bontang Usman Palese merintis di Cilodong Depok selama 6 bulan kemudian memasuki kampus Sempaja Samarinda 1984 -1985.
Di zaman Amin Fattah yang ditugaskan menggantikan Usman Palese yang ditarik ke Balikpapan untuk menangani Baitul Maal, membangun 6 lokal madrasah. Di saat itu juga dibangun pondasi mesjid tapi kiblatnya kurang tepat akhirnya dibetulkan.
Amin Fatah juga mengembangkan peternakan ayam kampung di Km 8. Seterusnya Muhamamd Amin Abdul Fattah di tugaskan ke Sangatta untuk merintis usaha bidang kontraktor dan merintis berdirinya cabang Sangatta.
Di zaman Abdurrahman Muhammad yang sebelumnya bertugas di Irian Jaya, Bontang kian meningkat baik dari segi fisik yakni perluasan kampus dan bangunan juga pengembangan pendidikan dan pembinaan umat.
Jamaluddin Ibrahim ditunjuk sebagai bendahara sekaligus belajar memimpin dari Abdurrahman Muhammad yang dikenal sangat tinggi komitmen kelembagaannya.
Atas komando Abdurrahman Muhammad, seluruh personil yang ada disampingnya, bergerak seperti mesin. Sehingga banyak sekali kemajuan yang diperoleh. Terutama penertiban dalam kampus dan manuver da'wah. Jamaluddin Ibrahim sebagai tulang punggung selalu siap menunggu dan melaksanakan komando.
Pembangunan mesjid yang cukup besar dan indah itu dimulai pembangunannya
di zaman Abdurrahman Muhammad. Spirit kelembagaan juga dirasakan sangat
tajam karena pengarahan-pengarahan yang diberikan tidak pernah lepas
dari koridor manhaj sistimatika nuzulnya wahyu.
Kepemimpinan di Bontang diteruskan oleh Jamaluddin Ibrahim. Cukup banyak
perkembangan dibawah kepemimpinannya. Terutama penyelesaian mesjid
besar, meningkatkan layanan pengajian dan majelis taklim, dan
menigkatkan kuantitas masjid-masjid yang menjadi garapan dakwah melalii
khatib jum'at dan safari pada bulan ramadhan.
Selanjutnya Tanggungjawab beliau adalah mengembangkan pendidikan. Tugas Jenjang pendidikan Mulai dari TK, Madrasah Ibtidaiyyah hingga SMU telah berjalan baik karena lengkap dengan fasilitas gedung dan peralatan untuk memudahkan proses belajar mengajar. Rumah-rumah warga semua dibangun permanen dengan natura yang cukup lumayan.