Oleh: Saharuddin
Syahadat adalah persaksian diri kita sebagai manusia kepada Allah SWT. Dengan syahadat, kita telah mengikrar dan membaiat diri kepada Allah SWT bahwa hanya Dialah yang patut disembah. Hanyalah Allah SWT yang besar, maha berkuasa, maha kaya, dan maha segala-galanya
Dalam sehari semalam, paling tidak, kita berikrar kepada Allah sebanyak lima kali melalui pelaksan ritual ibadaha shalat fardhu. Substansi syahadat yang kita ucapkan itu sejatinya memang memberi efek terhadap hidup dan kehidupan kita.
Namun kenyataannya, banyak kaum muslimin yang tidak merasakan khasiat syahadat ini. Sehingga ibadah sholat yang dikerjakan juga tidak berdampak pada perilaku keseharian mereka. Yang terbiasa korupsi, akan tetap asyik korupsi. Yang terbiasa maling, akan tetap menjadi maling. Yang pemarah pun akan tetap pemarah.
Itulah sebab apabila sholat hanya sekedar menjadi kewajiban semata, bukan kebutuhan. Jika sholat hanya di anggap sebagai kewajiban, maka pengerjaannya pun akan apa adanya saja, tidak peduli benar atau salah caranya. Yang penting kewajiban sudah dilaksanakan, selesai masalah.
Padahal apa yang ada di dalam shalat adalah merupakan cerminan perilaku dalam keseharian. Di dalam sholat kita di ajarkan untuk khusuk, di dalam bersosialisasi di masyarakat pun kita harus khusyuk, tenang, bersabahat, dan damai. Tidak sombong dan angkuh diri.
Di dalam shalat harus bersih dan suci, maka dalam kehidupan bermasyarakat kita pun semestinya senantiasa bersih, bersih rohani maupun jasmani. Tidak berkata dusta, omong kosong, mencela, melecehkan, dan menghardik.
Di dalam sholat kita harus merapatkan shaff, di kehidupan nyata pun kita harus senatiasa rapat, bersatu padu, tolong menolong, tidak bercerai berai, dan saling menguatkan.
Sejarah mencatat, bagaimana teguhnya iman Umar bin Khattab ketika memeluk Islam. Padahal sebelumnya Ia adalah seorang preman kawakan yang sangat tidak manusiawi lagi kasar. Walaupun itu kepada keluarganya sendiri.
Dia adalah orang yang paling disegani di Kota Makkah kala itu. Dialah preman Kota yang kerap meresahkan banyak orang. Bahkan Umar pun sempat mengububur hidup hidup anak perempuannya yang kala itu perempuan dikalangan orang Arab Jahiliyyah dianggap sebagai kehinanaan.
Sekita itu semua berubah tatkala Umar masuk Islam. Sangat drastis perubahan gaya hidup dan prilaku yang terjadi pada dirinya. Yang sebelumnya sangat tempramental dan kasar, berubah menjadi sangat santun dan penuh kasih sayang. Yang sebelumnya selalu bergelut dengan kefoya-foyaan, berubah menjadi sosok yang sangat gemar mendermakan hartanya di jalan Islam.
Kinerjanya meningkat dan selalu bersemangat menyambut dakwah Islam. Umar menjadi sosok yang pekerja keras, tidak mau menyerah, dan selalu antusias dalam melaksanakan amal amal agama.
Dari kisah Umar Bin Khattab itu kita dapat mengambil pelajaran. Bahwa Islam adalah agama yang membimbing manusia menjadi sosok yang memiliki moralitas unggul, berhati mulia, penyayang, dan manusiawi.
Setelah menyatakan bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,Umar betul betul membuktikan kekuatan syadahat itu. Dia tidak lagi mau terjerembab masuk ke lubang yang sama. Umar senantiasa mawas diri dengan ibadah yang intens kepada Allah SWT.
Umar berubah menjadi sosok yang penuh cinta, berakhlak mulia, sabar, dan senantiasa semangat dalam jihad membela Islam. Dia tak kenal kompromi dengan lawan.
Untuk menyamai kualitas ibadah kita dengan Umar, tentu sangat berat (kalau tidak bisa dikatakan tidak mungkin). Agar dapat, paling tidak, mendekati kualitas ibadah yang pernah dilakukan oleh Umar, maka memahami dan mengaktualisasikan substansi luhur ibadah sholat adalah keharusan.
Memang perlu pemahaman utuh ke arah sana agar tidak terjadi kemudian ibadah yang hanya sekedar ibadah ritual semata. Kunci ibadah yang terbaik adalah ikhlas, ittiba’ (sesuai tuntunan Islam yang benar), dawam (berkelanjutan walaupun sedikit), serta tidak berlebih lebihan dalam ibadah.***