Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

Tauhid Untuk Seluruh Manusia dan Pentingnya Membangkitkannya

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan pula supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh."
(QS. Ad-Dzariyat: 56-58) 1).

Tauhid; hak Allah, kewajiban manusia
Sesungguhnya tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan. Tidaklah Allah mencipta jin dan manusia kecuali agar bertauhid. Hak tersebut karena Dia sebagai maha pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta ini.

Langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya terwujud karena Allah. Dia menciptakan seluruhnya dengan hikmah yang besar dan keadilan. Maka layak bagi-Nya untuk mendapatkan hak peribadahan dari semua makhluk-Nya tanpa disekutukan dengan apa pun.

Sebagian ulama menafsirkan kalimat: "supaya menyembah-Ku" dengan: "supaya mentauhidkan-Ku" 2) Amalan manapun tidak akan bermanfaat, tertolak dan batal bila dicampuri syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan lain bila perbuatan yang dilakukan dalam kategori syirik besar.

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:


"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan". (Al-An`am: 88) 3)

"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentu kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65) 4)

Suatu perkara yang tidak bisa disangkal adalah bahwa alam raya ini pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah orang yang tidak waras. Sebab jika dia sadar tentu meyakini bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. 


Alam yang demikian teratur dan rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali atheis yang sombong.

Allah telah menciptakan manusia yang mana dahulunya bukanlah apa-apa. Eksistensi mereka di bumi ini merupakan kekuasaan Allah. Allah telah melimpahkan banyak kucuran nikmat-Nya sejak mereka masih berada dalam perut, lahir ke dunia hingga mati.


Rahmat Allah yang sedemikian rupa menuntut kita untuk mewujudkan hak Allah yang paling besar yaitu beribadah kepada-Nya. Allah tidak pernah meminta apa apa dari kita kecuali hanya agar kita ibadah kepada-Nya semata dengan ikhlas.

Ibadah bukanlah sebagai hadiah kita untuk Allah atas segala limpahan nikmat-Nya. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap hitungan nafas yang kita hembuskan maka di sana ada sekian nikmat yang tak terhingga nilainya. Oleh karenanya nilai ibadah manusia kepada Allah tenggelam tanpa meninggalkan bilangan di dalam luas rahmat-Nya. Allah berfirman:

"Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Thoha: 132) 6)
Ketika manusia beribadah kepada Allah tanpa berbuat syirik maka sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri manusia sendiri. Allah akan membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat ganda. Ibadah manusia tidaklah akan menguntungkan Allah dan bila mereka tidak beribadah tidak pula akan merugikan-Nya.
Manusia yang mendambakan kebaikan untuk dirinya tentu akan serius beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Itulah tauhid yang harus dibersihkan dari berbagai daki-daki syirik. Sebab kesyirikan hanyalah menjanjikan kesengsaraan hidup dunia - akhirat.

Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah (sesuatu dengan), maka pasti Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong pun" (Al-Maidah: 72) 7)
Sementara mentauhidkan Allah dalam ibadah mengantarkan kepada keutamaan yang besar di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman-Nya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzoliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan petunjuk." (Al-An`am: 82) 8)
Kedzoliman yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rosulullah dalam hadits Ibnu Mas`ud. 9)

TAUHID MERUPAKAN FITRAH MANUSIA
Allah berfirman:
“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (Yunus:31) 10)

Sesungguhnya syahadat tauhid telah tertanam pada jiwa manusia sejak lahir. Namun fitroh untuk beribadah ini dirusak oleh bujuk rayu syaithon di kemudian hari, sehingga berpaling dari tauhid kepada syirik, dari fitrah taat menjadi maksiyat. Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan manusia dengan sejuta cara.

Rosulullah bersabda,
"Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nashroni atau Majusi" (HR.Al-Bukhori) 11)


“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah." (Ar-Ruum:30) 12)

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu" (Al-An'am:112) 13)


Sehingga karakter asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid kepada Allah Sementara kesyirikan adalah yang datang kemudian. Jika manusia mengikuti fitrahnya yang suci selamatlah dia. Namun jika tidak mengikutinya, tentu akan menikmati kesengsaraan hidup dan perselisihan, permusuhan di kalangan manusia.

Allah berfirman:
"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (Al-Baqoroh: 213) 14)


"Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka berselisih." (Yunus:19)15)
Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam. Lalu kesyirikan berawal pada masa itu. Maka Allah mengutus Nuh sebagai rosul yang pertama,

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudian." (An-Nisaa`: 163) 16)
Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim yaitu tauhid. hingga datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i lalu merubah agama Nabi Ibrohim menjadi agama pagan. Melalui orang ini tersebar penyembahan terhadap berhala di Arab, terlebih khusus daerah Hijaz. Maka Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai nabi yang terakhir.
Rosulullah menyeru manusia kepada agama tauhid, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan runtuhlah segala sesembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta.

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini. Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu As-Syaikh pernah berkata: "Di awal umat ini jumlah orang yang bertauhid cukup banyak sedangkan di masa belakangan jumlah mereka sedikit". 17)

PENUTUP
Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka dalam kehidupan sebagian masyarakat muslimin. Tidak mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. 


Maka perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah-tengah masyarakat. Karena tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh segenap manusia.

Allah berfirman:
"Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Az-Zumar: 15) 18) [Ust. Abu Hasan Ali Halabiy, staff guru di SMA Hidayatullah Bontang]