Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

Diperlukan Proses Penyadaran (Sadar Budaya Baca)

TAMPAKNYA argumentasi bahwa faktor kemapanan ekonomi mempengaruhi budaya baca atau kualitas SDM bangsa agak lemah. Bagaimana mungkin bangsa yang sudah divonis miskin justru lebih akrab dengan barang-barang mewah atau teknologi informasi?

Di Indonesia, budaya baca makin langka, tetapi produk-produk teknologi informasi yang canggih mewarnai kehidupan sehari-hari. Televise sudah mewabah di Indonesia. Percaya atau tidak, anak-anak di Indonesia lebih banyak menonton televisi dibanding anak-anak Kanada, Australia, dan Amerika.

Penelitian Hancox RJ. Association of Television Viewing During Childhood with Poor Educational Achievement Arch Pediatr Adolesc Med 2005 berhasil mengungkap fakta ini. Kesimpulan yang cukup mengagetkan dari penelitian ini, anak di bawah 3 tahun yang menonton televisi mengalami gejala penurunan uji membaca, uji membaca komprehensif, dan penurunan memori.

Berangkat dari sinilah, menurut penulis, lemahnya budaya baca merupakan cermin dari problem mentalitas. Harus diakui bahwa bangsa ini belum bisa menempatkan tradisi membaca sebagai bagian dari budaya bangsa yang harus dilestarikan. Bangsa Indonesia juga cenderung konsumtif dan berpikir instan.

Survei yang dilakukan oleh Serikat Penerbit Surat Kabar (2007) telah memberi gambaran nyata akan karakteristik mentalitas bangsa ini. Berdasarkan survei tersebut, ternyata penduduk Indonesia jauh lebih mementingkan untuk beli rokok ketimbang beli koran atau buku-buku. Dari sini sudah dapat dipastikan bahwa membaca sudah menjadi sesuatu yang tidak akrab bagi kehidupan bangsa Indonesia (Kompas, 9/2/2007).

Bangsa Indonesia tengah dilanda penyakit mental yang cukup akut. Kualitas SDM bangsa ini berada diurutan paling bawah di antara bangsa-bangsa lain. Belum lagi karakteristik mentalitas bangsa ini yang menjadi makin konsumtif dan cenderung berpikir instan. Bangsa ini tidak siap menghadapi kepungan arus globalisasi dengan mewabahnya teknologi informasi.

Di samping itu, bangsa ini juga jadi “pelupa” ketika a-historis membaca sejarah peradabannya sendiri. Kasus penyiksaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia menunjukkan seakan-akan kita lupa bahwa di zaman dahulu, negari jiran ini merupakan bagian dari wilayah Nusantara.

Seluruh elemen bangsa Indonesia perlu menyadari penyakit akut ini. Untuk mengobatinya, menurut penulis, diperlukan upaya membangun kesadaran akan pentingnya budaya baca dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Kampanye-kampanye budaya baca harus mendapat dukungan bagi pemerintah. Proses penyadaran juga perlu terus dilakukan lewat LSM-LSM yang selama ini getol menyuarakan gerakan gemar membaca. ***

Oleh: Mu’arif *)

*) Mantan editor, penulis buku Pemintal Kata (2007).