Dalam situs resminya www.asiafoundation.org lembaga yang menjadi perpanjangan tangan para saudagar Yahudi ini banyak membantu LSM Indonesia yang giat menyosialisasikan sekularisme, pluralisme dan liberalisme (baca; SePiLis). Sebut saja, misalnya, Jaringan Islam Liberal (JIL), P3M, International Center for Islam and Pluralism (ICIP), Wahid Insitute, Maarif Institue, MADIA, dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
Laporan tahunan TAF 2006 menyebutkan, sejak tahun 2000 mereka telah membuat kurikulum kewarganegaraan yang mendukung nilai-nilai demokrasi, mendorong siswa berpikir kritis terhadap isu-isu demokrasi, HAM, dan pluralisme agama. Untuk mewujudkan ini mereka menggandeng CCE Indonesia (pusat pendidikan kewarganegaraan).

Para mitra TAF telah memberikan pelatihan kurikulum baru ini kepada 90 dosen kewarganegaraan dari 66 universitas Islam swasta pada tahun 2006. Para dosen tadi sudah mulai mengajarkan kurikulum tersebut kepada sekitar 20.000 mahasiswa mereka.
Pasca 11/9
Proyek liberalisasi pendidikan Islam semakin deras arusnya setelah peristiwa 11 September. Workshop-workshop bertema liberal banyak digelar atas dukungan TAF dan ICIP.
Berapa dollar AS yang digelontorkan kedua organisasi ini untuk proyek liberalisasi Indonesia? Robin Bush, Deputy Country Representative TAF untuk Indonesia, saat ditanya Suara Hidayatullah tentang itu tidak bersedia menjawabnya. Begitu juga Elfiqa D Siregar, salah satu staf ICIP, saat ditemui di kantornya di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta, juga tidak menyebutkan jumlah pasti. Ia cuma menyebut salah satu nama lembaga pemasok dana, Ford Foundation.
Namun, Robin menolak anggapan bahwa lembaganya disebut membawa misi liberalisasi. “Kami di TAF sama sekali tidak punya program liberalisasi,” ujarnya saat ditemui di kantor TAF, jl Adityawarman no 40, Jakarta Selatan.
“Kami bekerja sama dengan pesantren karena tahu lembaga pendidikan ini erat kaitannya dengan masyarakat kelas bawah. Ini sesuai dengan apa yang menjadi benang merah dari semua misi TAF, yaitu good governence, serta meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia,” terangnya lagi.
Menurut Bush, TAF tidak pernah menawarkan sesuatu kepada pesantren atau lembaga-lembaga Islam. ”Semua program yang dijalankan TAF adalah inisiatif mitra kami. Mereka datang ke kami dengan ide, bukan kami datang ke mereka dengan ide,” kata bule yang sudah lancar berbahasa Indonesia ini.
Hal senada juga disampaikan Elfiqa. ”Saya pribadi melihat tuduhan itu nggak benar. Saya turun langsung ke lapangan, saya lihat tidak ada. Tidak ada doktrin-doktrin itu,” jelasnya.
Apa pun perkataan mereka, faktanya, TAF dan ICIP telah banyak menggelontorkan program liberalisasi. Bahkan, kalau melihat visi dan misinya, jelas tujuan ICIP adalah mempromosikan pluralisme. Apalagi jika melihat daftar orang-orang yang duduk di jajaran dewan direktur. Di sana ada Moeslim Abdurrahman, Musdah Mulia, dan Ulil Abshar Abdalla. Siapa mereka? Pembaca pasti sudah tahu. [diambil dari majalah Suara Hidayatullah, edisi Januari 2008/www.hidayatullah.com]