Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

IMAN, AMAL SHOLIH, DAKWAH DAN SABAR

“Demi masa.(1) Sesunggungguhnya semua manusia berada pada kerugian.(2) Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Saling berwasiyat kepada kebenaran dan kesabaran. (3)
(Surat Al-‘Ashr : 1-3)




WAKTU
Al-‘Ashr menurut pendapat yang terkuat adalah ad-dahr, artinya masa atau zaman (Tafsir Ibnu Katsir, surat al-‘Ashr). Mengapa Allah banyak bersumpah dengan waktu? Seperti halnya bersumpah dengan wad-Dzuha; demi waktu dhuha, wal-Fajr; demi waktu pagi, wal-Laili; demi waktu malam, dan sejenisnya? Allah bersumpah demikian karena nilai urgensinya. Karena di dalam perguliran waktu ini manusia terbagi dua, ada yang mendapat keberuntungan atau justru mendapatkan kerugian.

Setiap perubahan kondisi, berputar baliknya urusan, perguliran detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun terjadi dalam ruang lingkup masa (zaman) baik yang telah lalu, sekarang atau yang akan datang. Semua makhluk terutama manusia berada di dalamnya dengan mengalami berbagai perubahan seperti senang, susah, perang, damai, sehat, sakit, berbuat baik, berbuat jahat dan seterusnya (Tafsir juz ‘Amma, Syeikh Sholih al-Utsaimin).

Kata al-insan yang didahului AL bermakna “kullu”(semua). Maka semua manusia disumpahi oleh Allah dengan waktu bahwa mereka senantiasa berada dalam kebangkrutan. Baik di dunia maupun di akhirat. Terkecuali orang yang dikecualikan Allah SWT. Yaitu; alladzina amanu wa’amilussholihat. Mayoritas manusia menganggap orang yang rugi adalah yang buruk rupa, atau melarat, orang yang rugi adalah yang gelandangan, pedagang yang bangkrut, orang yang terlilit hutang dan sebagainya. Sementara orang yang beruntung adalah orang yang kaya, gajinya diatas 10 juta perbulan, atau yang berpangkat, yang terlahir cantik atau tampan dan seterusnya. Padahal barangsiapa yang beriman, berarti dia telah keluar dari kerugian yang nyata.


Allah bersumpah dengan huruf taukid bahwa benar-benar manusia dalam pailit, kecuali orang-orang yang beriman kepada rukunnya yang 6. Yaitu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, Kitab-kitab, rosul-rosul, hari akhir dan Qodar. Dengan menetapi semua rukunnya, syarat-syarat dan konsekuensinya. Sebab ada kalanya orang yang beriman masih setengah-setengah, masih bimbang, belum menerima iman secara total, atau sekedar ngaku-ngaku saja.

Dalam ayat ini semua manusia dikategorikan merugi. Entah yang cantik apalagi yang tidak cantik. Yang kaya saja rugi apalagi yang melarat, apalagi yang dibawahnya. Barang siapa yang menghabiskan waktunya untuk perbuatan sia-sia, hura-hura, maksiyat, serta kufur, maka rugilah dia. Sebaliknya barangsiapa yang menggunakan waktunyya untuk ketaatan, belajar, beramal kebajikan, dakwah, dan sesuatu yang bermanfaat maka beruntunglah dia.

Allah menciptakan manusia ini tidaklah untuk sia-sia alias sekedar iseng. Namun untuk tujuan yang agung yakni untuk menghamba kepada-Nya dan untuk menjadi kholifah di bumi. Tidaklah bumi di hamparkan, langit ditegakkan, matahari dinyalakan, udara dihembuskan, dan sebagainya kecuali untuk manusia. Tapi kebanyakan manusia menyia-nyiakan waktu dengan hal yang sia-sia.

Oleh karena itu, siapapun manusia yang tidak mengerti hakekat perguliran waktu dan hanya mencari uang untuk beli beras, mendirikan rumah untuk berteduh, bangun pagi-pagi dan tidur lagi di malam hari, bekerja atau beraktifitas untuk mengikuti insting hidup semata dengan tanpa berusaha memperbaki nilai kehambaannya di sisi Allah maka binasalah ia kelak.

Dengan sumpah waktu tersebut Allah ingin memberi suatu teladan dan ketentuan hukum dalam hidup ini. Yaitu agar tekun dalam beraktifitas dan mengoptimalkan waktu. Sebab waktu adalah modal yang paling utama. Orang bilang waktu adalah uang atau emas. Yang benar justru waktu lebih mahal dari uang ataupun emas. Waktu adalah umur untuk bernafas. Jika nafas berhenti, tamatlah jatah waktu manusia.

Nabi mengajari kita bagaimana mengoptimalkan waktu meskipun pada hembusan nafas yang terakhir. Yakni tuntunlah orang yang mau meninggal agar bisa mengucapkan LA ILAAHA ILLALLOH. Nabi juga menjelaskan agar kita giat bekerja dan memperingatkan akan buruknya bermalas-malasan dan berpangku tangan dengan sabdanya:
“Apabila besuk terjadi kiamat sementara di tangan kalian masih ada biji pohon (atau tunas pohon) maka tanamlah segera” hadits ini pada Riyadzus Sholihin (maaf atas kelupaan periwatan).

Cukuplah hadits diatas menjadi pecut bagi setiap muslim agar giat dalam menjalani hidup, bersemangat mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat. Tidak berputus asa dan patah arang, tetapi optimis menatap hari esuk dengan harapan yang riang gembira. Mengelola waktu dengan penuh perencanaan, mengadakan target, membiasakan disiplin, tertib, teratur, bersih, rapi, akurat dan seimbang. Tanpa harus menjadi budak jadwal-jadwal. Dengan sumpah ancaman kerugian ini tentu seorang mukmin seharusnya selalu tekun menjalani hidup. Terus selalu aktif berkarya dan bekerja, berinovasi dan beramal. Tidak berpangku tangan, tidak bersikap pesimis, apatis apalagi berhenti berusaha. Selalu memperbaiki kondisi dan tidak emosi, keluh kesah serta mengkambing hitamkan orang.


Umur umat nabi Muhammad sangatlah pendek. Sekitar 60-70 tahun. Sementara amal kejelekan manusia teramat banyak sementara pahala kebaikannya amatlah kurang. Siapapun tidak tahu kapan detak jantung ini berhenti yang bisa mengakhiri segalanya. Dan, modal manusia tinggallah waktu. Maka tiada kata lain keculi waktu ini benar-benar menjadi boomerang manakala tidak digunakan dengan matang.

Kewajiban utama bagi seorang muslim adalah menjaga waktunya lebih daripada penjagaann terhadap hartanya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh ulama-ulama mutaqoddimin. Hasan al-bashri berkata: “aku pernah bertemu dengan kaum yang perhatiannya kepada waktu lebih esar perhatiannya terhadap harta”. Ali bin Abi Tholib berkata : “waktu itu ibarat pedang, jika kamu tidak memakainya dengan baik ia akan memotongmu” Ibnu Mas’ud berkata: aku tidak pernah menyesali sesuatu, kecuali hanya pada jika hariku berlalu tapi amalku tidak bertambah”

Namun contoh-contoh seperti ini sangat jauh berbeda pada zaman sekarang. Kondisi umat islam telah menyayat hati dan merobek jantung. Fenomena membunuh waktu(killing time) dengan minum segelas kopi berjam-berjam, memelototi kotak TV semalaman, main catur dan domino seharian, mendengkur sepanjang kasur sehingga lalai menunaikan kewajiban yang seharusnya.

Maka dalam hal ini Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menasehati : tahun-tahun umur itu ibarat pohon bagi manusia, bulan-bulan adalah dahannya, hari-hari adalah rantingnya, jam-jam ibaratkan daunnya, nafas-nafas ibarat buahnya. Barang siapa yang detik nafasnya berada pada ketaatan dan ketaqwaan maka berarti ia buah dari pohon yang baik. Dan barangsiapa yang detiknya berada pada maksiyat maka buahnya berupa handzolah, pahit rasanya dan busuk baunya. Sesungguhnya hari memanen itu adalah hari pembalasan. Demikianlah perumpamaan, iman dan tauhid adalah pohon pada hati, dahan-dahannya adalah amal, akhlaq yang baik adalah daunnya, dan buah keimanan yang baik adalah kebahagiaan hidup di dunia, kenikmatan kekal memasuki surga. Demikianlah peranan iman dalam perguliran umur manusia. (*) (kitab fawaid, menafsirkan surat Ibrohim :24-28)

IMAN
Secara syar’i defunisi Iman menurut jumhur adalah iqrar dengan lisan, tashdiq dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan bertambah karena taat dan berkurang karena maksiyat. Para sahabat, tabi’in, imam ahli hadits dan ulama hingga hari kiyamat mengatakan bahwa iman bisa berkurang dan bertambah. Di kalangan manusia ini ada perbedaan tingkat keimanan mereka sesuai kadar ketaqwaan mereka masing-masing.

Iman bukanlah hanya pengakuan tanpa bukti. Tetapi Iman itu nyata antara lahir dan batin dalam menyatakan LA ILAHA ILLALLAH. Dan nyata pula dalam perilaku mengikuti MUHAMMADUR ROSULULLAH. Bukan seperti kata orang; “yang penting kan hatinya”. Sekali lagi bukan hanya pengakuan hati tetapi kenyataan dalam perbuatan anggota badan. Sebab ada lagi yang mengaku dirinya beriman padahal penampilan dirinya kafir.

AMAL SHOLIH
Amal sholih diantaranya; sholat, zakat, shoum, hajji, berbakti kepada orang tua, menyambung silatiurrahmi, berakhlaq dengan perilaku yang bagus, menunutut ilmu dan seterusnya. Karena iman tidak hanya cukup dengan hati dan lisan maka dengan amal sholih membuktikannya.

Yang dimaksud amal sholih adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan As-Sunnah serta mencakup syarat keikhlasan dan mengikuti petunjuk nabi SAW. Jika tidak dilandasi dengan spirit ini maka tentu tidak dinamakan amal sholih. Antara iman dan amal sholih ibarat dua sayap burung, ia tidak bisa terbang kecuali bersama-sama. Bila salah satunya cacat maka tidak bisa terbang.

Di kebanyakan ayat al-Qur’an amal sholih selalu bergandeng mesra dengan amal sholih. Karena iman itu mneghendaki amal, sementara amal harus dilandasi iman. Iman saja tanpa membuahkan amal dan kreatifitas karya maka tumpul. Sebaliknya banyak amalan tanpa dilandasi iman maka bak fatamorgana di gurun sahara atau debu yang berhamburan diterpa angin. Sia-sia belaka.

WASIYAT KEBENARAN
Tidak cukup seseorang hanya beriman dan beramal sholih, tetapi ia harus mendakwahkan, mengajarkan dan membimbing orang lain kepada AL-haq ini. seorang mukmin tidak boleh asyik dengan diri sendiri. Dia harus bersinergi, berukhuwah dan bersatu padu dalam mata rantai kerjasama. Saling tolong menolong dalam kebanaran dan ketaqwaan. Mengambil peran dalam dakwah. Karena jika tanpa dakwah, hancurlah kehidupan bumi tanpa cahaya Islam.

Yang dimaksud Al-Haq (kebenaran) dalam ayat tersebut adalah syari’at. Yakni masing-masing menasehati untuk mentaati kebenaran. Jika ada terlihat pada saudaranya melalaikan kewajiban-kewajiban maka diberi nasehat; “wahai saudaraku sesungguhnya perintah Allah lebih berhaq untuk ditunaikan” demikian pula jika terlihat ada yang melakukan yang diharamkan dinasehati dengan yang lebih bermanfaat.

Setiap mukmin harus memeluk Islam ini dengan patuh dari hal yang paling mudah menuju dakwah, yaitu; Ikhlas menerima ajaran Islam, kemudian mendengar dan memperhatikan, lalu menelaah dan terus mempelajarinya, selanjutnya mengamalkannya dan yang terakhir mendakwahkannya. Demikianlah rangkaian seharusnya.

Dalam berwasiyat dengan kebenaran harus dengan lemah lembut dan sabar. Karena memegang kebenaran Islam di zaman dimana manusia mengumbar hawa nafsu rasanya sudah berat. Maka dalam menyampaikan Al-Haq ini seharusnya tidak memperberat umat dengan sikap keras dan kasar. Dakwah harus dengan tutur kata yang bagus dan menyejukkan hati.

Jika kita berwasiyat dan menyebarkan ajaran Islam ini kepada manusia berarti kita mengikuti perilaku para Nabi yaitu berdakwah. Karena semua nabi adalah para da’i penyampai risalah Islam ini. Semua mukmin bisa berdakwah semampunya tanpa harus menunggu jadi mubaligh kondang dahulu.

WASIYAT KESABARAN
Sabar adalah menahan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas. Sedangkan jenis sabar itu ada 3, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah, dan sabar dalam menghadapi taqdir dari Allah.

Banyak orang yang tidak menjalankan perintah Allah seperti tidak sholat berjama’ah, tidak berjilbab, mengumbar aurat, tidak berbuat baik kepada orang tua, dan sejenisnya. Maka kita diperintah dalam ayat ini agar saling menasehati untuk menunaikan syari’at allah ta’ala.

Pada zaman sekarang ini banyak manusia yang melakukan pelanggaran terhadap syari’at Allah SWT. Banyak orang yang makan riba, melakukan penipuan, dan jenis-jenis kejahatan lainnya. Maka kita diperintah oleh Allah agar saling menasehati supaya sabar untuk tidak melakukan pelanggaran tersebut. Demikian pula jika ada saudara kita yang terkena musibah, seperti sakit, atau hilang hartanya, meninggal orang yang dicintainya maka mereka diperintah untuk bersabar menghadapi taqdir Allah SWT. Dengan nasehat; “wahai saudaraku, semua urusan di tangan Allah, apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak terjadi.

Seorang mukmin pasti menghadapi cobaan dan tantangan. Sebab jalan dakwah bukanlah dihiasi dengan semerbak bunga yang mewangi atau hamparan sutra yang memikat hati, tetapi jalan dakwah sangatlah terjal mendaki. Jalan ke surga tidaklah semudah membaringkan badan di kasur yang empuk. Sebagaimana sabda nabi SAW: “Surga itu dikelilingi oleh sesuatu yang dibenc, sSementara neraka itu dikelilingi nafsu syahwat yang enak-enak” (HR.Bukhori Muslim).

Sabar. Kata sabar amat mudah dikata. Namun belum tentu masing-masing orang menepatinya. Kesabaran yang sesungguhnya telah dicontohkan oleh rosulullah dalam dakwah beliau. Nabi SAW di cemooh, dicela, diboikot di suatu lembah, dikejar-kejar, dicari-cari akan dibunuh, dilempari debu kepalanya, ditumpahi kotoran binatang punggungnya, dituduh sebagai pengacau, si gila, pendusta, tukang sihir, dukun santet, dan sebagainya. Beliau terus bersabar dan berdakwah sampai akhirnya kejayaan berhasil didapatkan.

KHOTIMAH
Iman Syafi’i berkata; seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas hambaNya selain surat ini, maka cukuplah untuk mereka. Artinya cukuplah bagi mereka peringatan dan dorongan agar berpegang teguh dengan Iman, beramal sholih, sabar dan dakwah. Jadi berarti surat ini telah memadai manusia dalam syari’at agama secara keseluruhan.

Setiap manusia berakal tentu merasa bahwa dirinya khawatir jika menjadi orang bangkrut jika tidak mempunyai criteria yang disebutkan dalam surat ini. Sehingga akan berusaha dengan segenap potensi yang ada untuk memenuhi criteria tersebut.
Demikianlah manakala seseorang mampu mengisi perguliran waktunya dengan merefleksikan iman, amal sholih, berdakwah dan bersabar maka ia termasuk golongan yang tidak akan merugi. Ia benar-benar beruntung. Mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat. WaffaqonalLohu ilaih.(Mardiansyah; Guru di SMA Hidayatullah Bontang)