Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

Nikmatnya Menangis Karena Allah

Pendahuluan
Tiada seseorang yang tidak pernah menangisi dosa-dosanya kecuali pasti telah mengeras hatinya, dan tidak pula menangis lantaran takut menghadapi beratnya hisab hari kiyamat kecuali ada rongga hatinya yang telah membatu. Imannya tidak beres, ketaqwaannya asal-asalan, dan menyangka amal kebaikannya telah memadai. Menangis karena Allah bukanlah karena cengeng dan remeh. Tapi menangis karena tabir jiwanya telah tersingkap akan hakekat makna kebesaran kerajaan Allah ta’ala.


Berbagai kriteria dalam al-Qur’an yang disifatkan pada hari kiyamat berupa; matahari akan dipadamkan, bintang-bintang berjatuhan, gunung diterbangkan, binatang liar berlarian ketakutan, lautan ditumpahkan ke daratan, dan sejenisnya adalah salah satu cara Allah agar supaya membuat hati manusia gemetar, bulu kuduk berdiri, air mata bercucuran, rasa takut menyelimuti, dan memerintah orang-orang yang berakal untuk mempersiapkan diri mengahadapi hari yang mengerikan tersebut.

Al-Qurthubi berkata: cucuran air mata tergantung apa yang seorang hamba rasakan. Jika timbul karena rasa tunduk kepada keperkasaan Allah maka hal itu menjadi tangis karena takut kepada-Nya, dan jika timbul karena mengagumi dan mengharapkan keindahan-Nya maka hal ini karena rindu kepada-Nya.

Allah memuji orang yang menangis karena takut siksa-Nya dengan menjamin keamanan baginya. Mereka tersungkur dan bersujud seraya mencucurkan air mata karena perasaan tunduk dan patuh kepada Allah. Mereka mendengar ayat dengan sikap mengagungkan sehingga memberi pengaruh dalam jiwanya berupa iman, harapan, rasa takut, yang kesemuanya mengharuskan menangis serta memohon ampun kepada Robb semesta alam.

Allah juga menggambarkan sifat seorang muslim sejati: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rosul, kamu lihat mata-mata mereka bercucuran tangis disebabkan oleh kebenaran Al-Qur’an yang mereka ketahui” (Al-Ma-idah : 83)

Orang yang menangis karena Allah tidak akan disentuh api neraka. Rosulullah bersabda: ”Ada dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga dalam perang fii sabilillah” (HR Turmudzi no. 163)

Salah satu golongan yang mendapat pertolongan pada hari kiyamat nanti adalah orang yang berdzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu air matanya berlinangan. Berkenaan dalam hal ini, Ka’ab al-Ahbar berkata: ”menangis karena Allah lebih aku sukai dari pada bersedekah dua kilogram emas”

Keutamaan menangis karena Allah sangatlah banyak, namun manusia yang mampu amatlah sedikit. Sebab yang dicari manusia kebanyakan adalah bahan-bahan humor, canda tawa, senda gurauan dan bersenang-senang. Maka sempatkanlah menangis karena takut kepada Allah, jika kalian tetap tidak bisa menangis maka berusahalah supaya menangis. Ibnu Qoyyim berkata: berusaha menangis itu ada dua macam; terpuji dan tercela. Terpuji jika membangkitkan rasa takut dan kelembutan hati, tercela jika menimbulkan riya’ dan sum’ah. Suatu ketika Ibnu Qoyyim melewati orang yang sedang membaca al-Qur.an dengan menangis, namun ketika beliau melaluinya ia menjadi menangis keras-keras. Lalu beliau berkata: tadi orang ini membaca Al-Qur’an dan menangis karena Allah, adapun berikutnya karena syetan”

Tangis nabi
Apakah nabi tidak pernah menangis? Bukankah ia telah dijamin masuk surga sehingga tidak perlu lagi menangis? Telah diriwayatkan dari Abdullah bin As-Syikhr ia berkata: “aku pernah datang kepada nabi, ketika itu aku temui beliau tengah sholat dan aku mendengar suara tangisnya bagai gemuruh air dalam periuk yang mendidih menggelegak”(HR. Abu Dawud)

Rosulullah pernah memberi nasehat dengan teramat menyentuh hati, sehingga hati para sahabat bergetar, nafas-nafas mereka bersenggukan, tak kuasa membendung air mata di saat mendengarnya: “aku nasehatkan kepada kalian agar selalu bertaqwa, mendengar serta taat”, sehingga salah satu dari mereka berkata: Ya rosul, ini seolah-olah nasehat perpisahan antara kami dan engkau (HR Abu Dawud: 4607).

Diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa Rosulullah bersabda: “Sesungguhnya aku melihat sesuatu yang tak bisa kalian lihat, mendengar apa yang tak kalian dengar, yaitu langit telah retak dan sudah semestinya langit berderak. Di sana tiada suatu tempat untuk empat jemari kecuali telah ada malaikat yang menyungkurkan dahinya bersujud kepada Allah. Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian pasti sedikit tertawa dan banyak menangis. Kalian juga tidak akan bersenang-senang dengan istri di tempat tidur, kalian tentu akan keluar ke jalan-jalan untuk memohon perlindungan kepada Allah” lalu mata Abu Dzar pun berlinangan tangis dan berkata: “demi Allah, seandainya bisa, lebih baik aku menjadi pohon saja yang diambil daunnya”(HR Tirmidzi: 2312).

Ketika turun wahyu nabi tertunduk, demikian juga para sahabat yang bersamanya. Setelah selesai beliau baru mengangkat kepala kembali. 13) Kemudian Anas bin Malik berkata: “suatu ketika kami berada di majlis rosulullah, maka di antara kami antusias bertanya mengenai beberapa hal kepada nabi. Lalu sejenak majlis itu terdiam haru. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, ternyata aku melihat setiap manusia menempelkan wajah-wajah mereka ke pakaiannya sembari menangis tersedu-sedu” (Bukhori-Muslim)

Di saat rosulullah SAW berkhutbah: ”Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian pasti sedikit tertawa dan banyak menangis”, Maka Anas bin Malik berkata: “kami semua sangat tesentak dengan sabda ini dan aku melihat para sahabat menutupkan surban-surban mereka ke wajah sambil menangis terisak-isak. Seakan-akan tiada hari yang lebih menyedihkan melebihi hari itu. Lalu Umar ra berdiri sementara nafasnya masih menahan tangis seraya berucap: “kami ridho Allah sebagai Robb, kami ridho Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku” (HR Tirmidzi : 2312).

Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia pernah disuruh rosulullah membacakan ayat Al-Qur’an maka ia heran: “ya rosulullah mengapa aku harus membacakannya, bukankah al-Quran itu diturunkan kepadamu?” Rosulullah menjawab: “aku cinta mendengar Al-Qur’an dibacakan untukku” maka tatkala aku membacanya sampai surat An-Nisa’ ayat: 41, beliau berkata:”cukup!…cukup!”. Ketika itu aku melihat kedua mata beliau bercucuran air mata”.

Tangis para sahabat dan Tabi’in
Abu Bakar adalah orang yang mudah menangis tatkala membaca Al-Qur’an. Di saat mengganti nabi sebagai imam, ia tak kuasa menahan tangisnya dalam sholat. Tidaklah Abu Bakar dan Umar menunaikan sholat, kecuali sering terlihat bekas tangisnya yang membasahi janggut dan baju mereka. Seorang Umar, meskipun ia sosok yang tegas namun mudah luluh hatinya dengan kebenaran Al-Qur’an. Diriwayatkan bahwa Umar pernah mengimami manusia membaca surat Al-Muthoffifin dan tangisnya terdengar hingga sampai shof ketiga (HR. Bukhory 3905).

Dari Ibnu Umar ia berkata: ‘”aku tidak pernah melihat Umar marah lalu disebutkan nama Allah atau dibacakan kepadanya ayat Al-qur’an kecuali semua itu menghentikan apa yang ia kehendaki”.

Jika Utsman berhenti pada suatu kuburan maka ia menangis dan jenggotnya basah karenanya, lalu dikatakan: “engkau jika disebutkan surga atau neraka jarang menangis, mengapa saat melihat kuburan justru menangis?” Ia menjawab: “Kuburan merupakan persinggahan akhirat pertama kali, jika seseorang selamat darinya, maka selamatlah setelahnya. Tapi jika tidak selamat padanya maka celakalah berikutnya” . Seandainya manusia mendengar jeritan tangis penghuni kubur yang disiksa, niscaya mereka akan berlarian dan enggan bekerja.

Abdullah bin Mas’ud berkata karena takutnya akan adzab Allah: “aku ingin jika aku mati tidak dibangkitkan lagi”. Dari Abu Roja’ ia berkata: “aku pernah melihat Ibnu ‘Abbas anak paman nabi memilki bekas garis menghitam di bawah kedua matanya bagai tali terompah yang telah usang karena bekas seringnya ia menangis”.

Dari Atho’ bin Abi Robah dari Fatimah istri kholifah Abdulah bin Abdul aziz berkata, bahwa dia pernah masuk kepada suaminya dan melihat janggutnya basah air mata lalu ditanyakan: “wahai amirul mukminin, apa yang terjadi?”. Ia menjawab: “sesungguhnya aku memikirkan urusan umat Muhammad, aku terfikir nasib yang dialami mereka yang kelaparan, orang sakit yang lemah, orang yang didholimi dan tidak berdaya, orang asing yang ditawan, orang yang tercekik kemiskinan, orang gelandangan yang tak terurus, orang yang punya banyak keluarga dengan harta yang minim, lalu kelak aku dihadapkan ke hadirat Allah, dan ditanyai mengenai mereka semua pada hari kiyamat. Aku sangat takut tidak memiliki hujjah atas ini semua sehingga bagaimana aku tidak menangis?”

Abdurrahman bin Rustah berkata, aku mendengar dari Ibnu Mahdi berkata : “Sufyan Ats-Tsaury pernah menginap dirumahku, lalu di malam ia sholat dengan menangis, kemudian ditanyakan kepadanya, ia pun menjawab: “ sesungguhnya aku takut imanku ditarik sebelum aku meninggal dunia” lalu aku pun pergi sambil berlinangan air mata.

Nu’aim bin Hammad berkata, Abdullah bin Mubarok adalah seorang ulama yang kaya raya. Jika ia membaca kitabnya sendiri yaitu Az-Zuhud wa Ar-Roqoo-iq, maka terdengar suara tangisnya seperti sapi yang disembelih. Pernah suatu ketika ia sholat malam di rumahnya membaca surat Al-Haqqoh, di saat sampai ayat: 30, ia tersedu-sedu. Lalu istrinya meminta Sufyan Ibnu Uyainah untuk menghentikan tangisnya, namun setelah mendengar penjelasan Abdullah bin Mubarok ketiganya menjadi terisak-isak bersama.

Ibrahim al-Asy ‘ath berkata, “aku tidak melihat seorang pun yang Allah lebih agung di dadanya selain Fudhail Ibnu ‘Iyadh, jika ia teringat Allah atau mendengar ayat Al-Qur’an maka terlihat rasa takut di wajahnya dan kesedihan pada linangan air matanya hingga orang-orang yang melihat sangat mengasihinya”.

Fudhail adalah imam besar tahun 187 H, ia berkata : “putraku, Ali, menangis mengahadapku. Lalu aku tanyakan, mengapa engkau menangis wahai anakku?” ‘Ali menjawab: “aku takut hari kiyamat tidak menyatukan kita”. Fudhail pun menjadi menangis. Suatu ketika saat beliau mengimami sholat dan membaca Al-Qur’an, terdengarlah suara orang jatuh di belakang. Ternyata putranya sendiri (‘Ali) jatuh pingsan lantaran mendengar bacaan al-Qur’an ayahnya.

Adz-Dzahabi berkata: “Fatah al-Maushili adalah orang yang banyak menangis karena takut kepada Allah. Dia pernah melihat asap dan jilatan api berkobar di kegelapan malam, lalu ia pun pingsan. Setelah sadar ia berkata: “aku teringat seakan-akan asap neraka jahannam datang menjemputku”.
Khotimah
Hidup dan lembutnya hati karena sebab menangis, matinya hati lantaran banyak bicara yang tidak bermanfaat, lalai dan terbahak-bahak. Menangislah karena menyadari kebesaran kerajaan Allah SWT. Menangislah karena terlampau banyak kelalaianmu dari pada dzikir kepada-Nya, menangislah karena masih teramat sedikit amal yang kita peruntukkan kepada-Nya, masih teramat kurang cinta ini kepada-Nya, betapa masih sangat sedikit kepatuhan ini kepada-Nya. Padahal sudah teramat besar dan luas belas kasih-Nya kepada kita. Menangislah sebelum tibanya hari yang tiada guna lagi penyesalan dan tangisan. Berusahalah menangis semata-mata karena-Nya, sebab di sana ada kebahagian. [Ust. Abu Hasan Ali Halaby; Guru di SMA Hidayatullah Bontang]