Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Akademik 2024-2025, Anda dapat menghubungi Whatsapp Centre 0811-5872-300, 0812-5660-8604

Kebahagiaan Mencintai Nabi

“Katakanlah (wahai Muhammad); jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad). Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa - dosa kalian. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. Ali- Imron : 31)

Cinta itu membuat seseorang menjadi lebih antusias, bahagia, gairah, penuh semangat dan harapan. Lebih-lebih cinta kepada Allah dan Rosul-Nya.


Ibnu Taimiyah (wafat 728) menjelaskan, ketaatan kepada Allah dan rosul-Nya merupakan pokok kebahagiaan dan keselamatan. Karena diutusnya beliau sebagai rosul maka manusia dapat membedakan kebenaran dari kebatilan dalam seluruh aspeknya. Cinta kepada rosulullah termasuk kewajiban terbesar dalam agama.

Ayat tersebut merupakan hikmah yang besar bahwa; siapa saja yang mengaku mencintai Allah tetapi tidak mengikuti rosulullah (inkar sunnah) maka ia sungguh dusta dalam cintanya sampai ia benar-benar mengikuti syari’at yang dibawa oleh rosulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau; “barang siapa yang melakukan amal ibadah yang tidak ada contoh perkaranya dariku maka tertolak”.

Tidak sempurna iman seseorang kecuali dengannya. Oleh karena itu Allah memerintahkan umat ini untuk mencintai Nabi melebihi cinta kepada dirinya, keluarganya, harta dan seluruh manusia. Sebagaimana sabda beliau ; “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintai dari pada dirinya, anak-anaknya, ibu- bapaknya dan seluruh manusia”.

Beliau bersabda : “Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. Sahabat bertanya : siapa yang enggan wahai rosulallah? Nabi menjawab : yang mengikutiku masuk surga, yang mengingkariku dialah yang enggan”.

Cinta Rosul
Cinta rosul merupakan bagian dari cinta Allah. Cinta kepada Allah menuntut konsekuensi mencintai semua yang Allah cinta dan membenci apa yang Allah benci, sehingga mencintai rosulullah termasuk kecintaan kpd Allah. Ibnu Qoyyim (murid terbaik Syaikhul Islam) mengatakan; “semua kecintaan dan pengagungan kepada manusia dibolehkan hanya karena ikut kepada kecintaan Allah”.

Dengan demikian cinta kepada rosulllah mengharuskan kita mencontoh dan bersikap sama dengan rosulullah dalam segala hal yang dicintai dan dibenci. Membenarkan apa yang dikabarkan, melaksanakan apa yang diperintah, dan tidak beribadah kecuali dengan apa yang beliau perintahkan. Dan diwujudkan dengan ittiba’ kepada beliau. Mencintai apa saja yang ia cintai dan membenci semua yang beliau benci. Ridho dengan semua yang ia ridhoi dan marah terhadap semua yang ia marah padanya.

Kita lihat betapa besar kecintaan para sahabat kepada Nabi. Mereka wujudkan kecintaan tersebut dalam amal nyata. Di antaranya dengan melaksanakan seluruh perintahnya, merendahkan suara dan bersikap takdzim di hadapannya.

Umar bin Khotob berkata kepada batu Hajar Aswad; “engkau hanyalah batu, seandainya aku tidak melihat kekasihku (rosulullah) menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu pula”
Pernah suatu ketika Abdullah bin ‘Umar mengendarai kuda dan ketika melewati suatu jalan ia menghentikan kudanya lalu ia menengok ke kanan dan ke kiri dan tersenyum. Ketika para sahabat menanyakan mengapa ia melakukan hal ini, beliau menjawab; aku melihat rosulullah SAW melakukan seperti ini ketika di jalan ini”.

Demikian pula sikap para sahabat ketika menerima perintah dari Rosulullah SAW. Mereka bersikap: “sami’na wa atho’na” (kami dengar dan kami taat). Ketika turun ayat diharamkannya khomr, mereka langsung memecahi geribah-geribah penyimpanan minuman keras mereka. Sampai diibaratkan Madinah banjir arak ketika itu. Demikian pula sikap shohabiyyat menerima perintah menutup aurot. Mereka langsung mengenakan jilbab meski dengan memotong kain-kain kelambu yang mereka temukan.

Ketika beliau mencabut emas dari jari-jari salah satu sahabat sebagai tanda pengaharamannya, yakni haram memakai emas bagi laki-laki, sahabat yang melihatnya berkata: “ambil emasmu lagi, barangkali masih bermanfaat bagi istrimu atau anak perempuanmu!” maka sahabat tersebut berkata: “Tidak, aku tidak akan mengambil apa yang oleh Rosulullah cabut dariku”. Demikian pula saat menerima perintah jihad. Mereka berangkat ke medan pertempuran meski dengan berjalan kaki menembus gurun pasir yang panas pada saat musim paceklik. Meski mereka berangkat dengan rasa berat dan bekal yang minim. Diantara mereka ada yang masih mempunyai anak bayi, pengantin baru, dan kekurangan bahan makanan di rumahnya.

Bagaimana dengan manusia sekarang yang konon juga ngaku-ngaku jadi pengikut Nabi? Realitanya seperti ini : diperintah menutup aurot saja penentangannya luar biasa, disuruh meninggalkan Khomr (termasuk narkoba) susahnya setengah mati, diperintah jujur dan amanah saja masih saja KKN tak hilang-hilang. Dan masih banyak lagi. Ngeri kalau dirinci. Tentu menjadi sebuah keharusan untuk mewujudkan cinta kepada nabi dalam realitas kehidupan sehari-hari. Semoga Allah memudahkan kita mengikuti tauladan tercinta, rosulullah Muhammad SAW.

Bukti Dan Tanda Cinta Rosul
Mencontoh rosullah, berjalan di atas syari’at beliau baik dalam bidang aqidah, manhaj, dakwah, ibadah, muamalah, dan akhlaq, berpegang teguh serta mengikuti seluruh pernyataan dan perbuatan beliau merupakan awal tanda cinta rosul. Seseorang yang benar-benar cinta rosulullah ialah orang yang mengikuti Rosulullah SAW secara lahir-batin. Selalu menyesuaikan semua perkataan dan perbuatannya dengan sunnah Rosulullah SAW. Bukan sebagaimana keyekinan sebagian orang dengan berkata; yang penting hatinya. Mengikuti nabi bukan hanya secara batin saja, tetapi lahir dan batin.

1. Mencontoh dan menjalankan sunnahnya
Orang yang mencintai Rosulullah SAW ia harus membuktikan. Yaitu diwujudkan dengan semangat dan berpegang teguh dengan sunnahnya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, mendahulukan semua itu dari pada fikiran, perasaan dan hawa nafsunya. 12) Karena wahyu yang berupa Al-Quran dan Hadits yang shohih bersifat ma’shum dari Allah, sementara pikiran filsafat bersifat nisbi, membingungkan dan tidak ada sumbernya yang jelas.

2. Banyak mengingat dan menyebutnya
Karena orang yang mencintai sesuatu pasti banyak mengingat dan menyebutnya. Seperti bersholawat kepadanya. Menyebut keutamaan, sifat-sifat, akhlaq dan kepribadian agar dicontoh umat. Ketika menyebut faidah yang didapat dari sholawat Ibnu Qoyyim mengatakan; ketika seseorang mencintai kekasih, ia tentu memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingat kebaikan-kebaikan serta factor factor yang bisa menumbuhkan rasa rindu kepadanya.

3. Bersikap santun dan beradab baik dalam menyebut dan memanggilnya.
4. Berharap mampu berjumpa dengannya di surga dan selalu rindu padanya.
5. Mempelajari warisannya, yakni al-Quran, dengan membaca dan memahami maknanya.
Qodhi ibnu ‘iyyadh (wafat 187 H) mengatakan, di antara tanda mencintai Rosulullah SAW adalah mencintai Alquran, dengan mengambil petunjuk serta berakhlaq dengannya.

6. Mencintai siapa saja yang dicintai rosulullah berupa; ahlul bait, para sahabat dan orang-orang yang beriman.

7. Membenci orang-orang yang dibenci Nabi.

Pengakuan Cinta Rosul
Seseorang tidak dikatakan cinta Rosulullah SAW sampai dia mencintainya di atas dirinya, keluarganya, harta dan seluruh manusia. Jika ia benar-benar cinta Rosulullah SAW tentu ia akan mengikuti petunjuk beliau dan mengutamakan beliau dari pada petunjuk sipapun juga dari kalangan manusia.

Al-Qodhi bin ‘iyadh berkata: ketahuilah bahwa orang yang mencintai sesuatu, ia pasti akan mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka palsu dalam cintanya. Dan ia hanya mengaku-aku saja. Imam Ibnu Rojab al Hambali (wafat 795 H) berkata; kecintaan yang benar adalah mengharuskan mengikuti dan mencocoki di dalam kecintaan apa-apa yang dicintai dan membenci apa yang dibenci….maka barang siapa yang mencintai Allah dan Rosulullah dengan kecintaan yang benar di hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai dengan hatinya apa yang dicintai Allah dan Rosul-Nya. Dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rosul-Nya. Ridho dengan apa yang ia ridhoi dan murka dengan apa yang ia murkai. [Syah]
(penulis, adalah Wakil Kepala Sekolah SMA Hidayatullah Bontang, Tulisan diatas juga telah dimuat di Majalah Hidayatullah Edisi November 2007 seperti banyak tulisan tulisan beliau sebelumnya)